Variabel Umur dan Jenis Kelamin Ditinjau dari Pisuhan Penutur Warga Desa Birin Dalam Kajian Sosiolinguitik
Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahasa digunakan manusia untuk berkomunikasi dengan sesama sejak berabad-abad silam. Bahasa hadir sejalan dengan seajarah sosial menjadi hal pokok manusia untuk mengadakan interaki sosial dengan sesama. Karena itulah, bahasa berperan meliputi segala aspek kehidupan manusia. Chaer dan Agustina, (2010: 11) menyebutkan bahwa bahasa sebagai alat untuk berinteraksi atau alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan.
Sejalan dengan perkembangan zaman dan kebudayaan, bahasa juga kian berkembang. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari fungsi bahasa sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh semua orang, baik anak kecil atau dewasa, dan tua maupun muda. Penggunaan bahasa oleh berbagai lapisan masyarakat, suku, atau golongan pada akhirnya melahirkan variasi bahasa.
Dalam berinteraksi untuk membina kerjasama antarsesamanya dalam rangka membentuk, mengembangkan, dan mewariskan kebudayaan, manusia menggunakan bahasa. Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa yang digunakan bukanlah bahasa formal seperti dalam acara formal seperti rapat, pidato. Namun yang digunakan adalah bahasa sehari-hari atau bahasa non formal. Selain untuk berkomunikasi, manusia juga menggunakan bahasa sebagai sarana untuk berekspresi atau mengungkapkan isi hati. Begitu juga saat marah, bahasa yang digunakan cenderung kaku, kasar, dan juga bermakna konotasi.
Dalam hal ini kita akan mengarah kepada masyarakat Desa Birin, Klaten. Para masyarakat yang menggunakan bahasa yang berkonotasi dalam komunikasi sehari-hari. Bahasa tersebut biasa disebut pisuhan atau dalam bahasa Indonesia berati Makian. Masyarakat desa birin banyak menggunakan bahasa berkonotasi untuk sapaan maupun makian saat marah. Bahasa makian saat marah cenderung lebih kasar, bisa dengan kata yang bermakna binatang atau bagian tubuh sensitif.
Penelitian ini dilakukan di Desa Birin karena desa tersebut merupakan tempat tinggal dari penulis. Hal tersebut tentu memudahkan dalam proses mencari data untuk disajikan dalam artikel ini. Mayoritas warga Desa Birin merupakan suku Jawa bahkan banyak yang masih memegang adat-istiadat. Bahasa yang dipakai masyarakat juga bahasa Jawa yang memiliki strata atau tingkatan didalamnya. Tingkatan bahasa Jawa yaitu, ngoko, krama madya, dan krama inggil. Penelitian ini perlu dilakukan karena pemakaian kata makian tidak hanya digunakan saat marah. Tetapi makian juga digunakan pada situasi santai. Selain itu, kata makian juga tak selalu bertujuan untuk menghina, meremehkan, atau mengungkapkan kekecewaan. Kata makian atau pisuhan juga dapat bertujuan untuk pujian dan kekaguman/keheranan. Artikel ini mengkaji keterkaitan Variabel Umur dan Jenis Kelamin ditinjau dari Pisuhan di Desa Birin Klaten dalam kajian Sosiolinguistik.
Faktor umur tentu sangat berpengaruh pada wujud pemakaian bahasa, terutama pisuhan atau makian. Dengan mudah dapat disaksikan ciri-ciri pemakaian bahasa menurut umur yang berbeda. Bukan hanya dari nada, tetapi kosakata, ucapan, dan tata bahasa memilahkan. Selain itu, menurut Wardhaugh (1988: 311-312) jenis kelamin juga berpengaruh pada perbedaan bahasa yang digunakan. Perbedaan itu disebabkan karena mereka sering mengisi peran-peran yang berbeda dalam masyarakat.
Pisuhan atau makian sendiri memiliki beberapa bentuk dan referen. Bentuk-bentuk makian yaitu, makian berbentuk kata, frasa, dan klausa. Sedangkan untuk referensinya ada 10, yaitu keaadan, binatang, Makhluk halus, benda-benda, bagian tubuh, kekerabatan, aktivitas, profesi, makna, dan makna suprasegmental.
Pisuhan di Dukuh Birin, Klaten
Dari pengumpulan data yang saya lakukan dengan menggunakan berbagai metode dan teknik, didapatlah data sebagai berikut:
- Jancok, pada kalimat “cen jancok koe ki.”
- Bajingan, pada kalimat “Gareng ki cen bajingan, lungo ra pamit“
- Asu, pada kalimat “kemayu tenan kae, asuog”
- Lonte, pada kalimat “lonte i mora-moro”
- Demit, pada kalimat “bocah kok ngeyele koyo demit“
- Singgat pada kalimat “polahe koyo singgat”
- Mbahmu, pada kalimta “penak mbahmu, kesel iki“
- Bajilak, pada kalimat “bajilak kalah meneh“.
- Kebo, pada kalimat “Wola kebo mulakno tura-turu”
- Wedhus pada kalimat “O wedhus, paketanku entek.
- Goblok, pada kalimat “Goblok, kon nyerang turret malah war“
- Gendeng pada kalimat “Wong gendeng kok ditiru.”
- Matamu pada kalimat “Penak matamu kui, rekoso cok neng proyek ki.”
- Dlogok pada kalimat “Dlogok, karu cah gede ra ngajeni.”
- Raimu Gateli pada kalimat “Raimu gateli banget e.”
- Kere, pada kalimat “kere dompetku malah keri“
- Asem pada kalimat “asem, loro cok jiwitmu”
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat pisuhan dalam bentuk kata dan frasa.
Bentuk makian kata pada data diatas yaitu jancok, bajingan, asu, lonte, demit, singgat, bajilak, kebo, wedhus, goblok, gendeng, dan dlogok. Semua kata tersebut merupakan kata dasar.
Bentuk makian frasa yaitu raimu Gateli, mbahmu, matamu. Kata mbahmu merupakan frasa karena kata mbah mendapat imbuham –mu. begitu juga dengan frasa matamu dan raimu gateli. kata ‘raimu gateli’ ini memiliki referen bagian tubuh yang artinya wajahmu bikin gatal. Ketiga frasa ini berkonotasi meremehkan. Namun untuk frasa ‘mbahmu’ dapat digunakan untuk menyangkal.
Referensi yang ditunjukan oleh data pisuhan diatas:
– Keadan = kere, dlogok, goblok, gendeng.
– binatang = asu, wedhus, kebo, singgat.
– Makhluk halus = demit.
– benda-benda = asem.
– bagian tubuh = matamu, raimu gatheli.
– kekerabatan = mbahmu.
– profesi = bajingan, lonthe, bajilak
Kata yang memiliki referensi binatang, keadaan, bagian tubuh, dan profesi lebih kasar daripada referensi benda-benda, makhluk halus, kekerabatan. Kata ‘bajilak’merupakan bahasa pisuhan yang lebih halus daripada kata ‘bajingan’.
Pemakaian Pisuhan Berdasarkan Indeks Penutur
- Indeks Usia
Indeks usia berkaitan pada usia berapa warga menuturkan makian dengan jenis-jenis tertentu. Pada penelitian ini, didapat 3 kategori usia warga yang menuturkan bahasa makian, yaitu anak SD, remaja, dan dewasa. Kategori tersebut dilihat dari pisuhan yang digunakan. Untuk anak usia sd, biasanya pisuhanya lebih halus atau tidak sefrontal anak remaja. Kata-kata pisuhan yang digunakan digunakan anak usia sd yaitu jancok, asem, mbahmu, bajilak. Ketidak frontalan anak sd tersebut dipicu karena anak usia segitu masih memegang erat larangan orang tua untuk berbicara kotor, sehingga lebih halus saat memaki. Lalu untuk usia remaja dan dewasa lebih frontal. Pisuhan yang sering muncul yaitu asu, bajingan, lonte, dlogok, kere, matamu, raimu gatheli, wedhus, goblok. yang membedakan remaja dengan dewasa yaitu intensitas pisuhan. Orang dewasa juga sering mengganti pisuhan menjadi lebih halus, seperti bajilak, gendeng, kebo, singgat.
- Indeks Jenis Kelamin
Jenis kelamin sangat berpengaruh terhadap pemilihan diksi dan intensitas bahasa pisuhan tersebut.berdasarkan anaisis data, yang telah dilakuka, terdapat simpulan bahwa jenis kelamin perempuan identik menggunakan makian yang lebih halus daripada pria. Menurut peneliti, makian yang memiliki referen bintang itu yang paling kasar atau paling menyakitkan.
Pada wanita biasanya menggunakan bahasa pisuhan yang hampir sama dengan anak sd. Hal tersebut karena di desa Birin memiliki anggapan bahwa wanita yang suka misuh dianggap nakal. Sedangkan pria lebih dominan menggunakan pisuhan binatang bahkan saat bercanda pun juga sering menggunakan pisuhan binatang.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analitis data yang dilakukan oleh peneliti, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ragam bahasa pisuhan warga Desa Birin terdiri dari beberapa bentuk ragam lingual, antara lain bentuk lingual kata, dan frasa. Referensi dalam pisuhan bahasa Jawa sangat beragam. Dari data diatas ada Keadan, binatang, Makhluk halus, benda-benda, bagian tubuh, kekerabatan, profesi.
Umur pemisuh Desa Birin dapat dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu anak sd, remaja, dan orang dewasa. Yang membedakan antara ketiga meteri tersebut adalah anak sd mayoritas menggunakan pisuhan yang lebih halu, sedangkan remaja lebih frontal. Dan untuk orang dewasa memang sama dengan remaja. Orang dewasa lebih banyak menjaga martabat daripada anak remaja. Selain umur, jenis kelamin juga menentukan pisuhan yang lebih halus. Untuk wanita, memang labih halus bahasanya laki-laki.
Referensi
Chaer, Abdul, 1994. Sosiolinguistik Suatu Pengantar, Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul, dan Leonie Agustina, 1995. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal,Jakarta: Balai Pustaka.
Sunarso, 1997. Variabel Kelas Sosial, Umur, dan Jenis Kelamin Penutur dalam peneilitian Sosiolinguitik. Humaniora
+ There are no comments
Add yours